KONSEP
TRIPUSAT PENDIDIKAN MENJADI SARANA YANG TEPAT UNTUK MENANAMKAN ETIKA DAN
KARAKTER
Aqsha
Muhammad Riski
Universitas
Negeri Yogyakarta
aqshamuhammad.2021@student.uny.ac.id
PENDAHULUAN
Bagi manusia, pendidikan menjadi hal
yang sangat penting untuk dimiliki oleh seseorang. Sebab pendidikan merupakan
usaha yang secara sadar dan terkonsep untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran, dengan harapan peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi dirinya masing-masing untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang baik, serta
memiliki keterampilan yang diperlukan dirinya dan kehidupan bermasyarakat (UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003). Tanpa pendidikan umat manusia akan menghadapi
yang namanya keterpurukan karena tantangan zaman yang kian membesar. Ditambah
akan terhambatnya perkembangan potensi dalam diri yang sebenarnya dapat
dimaksimalkan melalui pendidikan yang sesuai.
Di Indonesia sendiri, pendidikan sudah menjadi
hal yang diwajibkan bagi seluruh warga negaranya. Buktinya ada pada pasal 31
UUD 1945 setelah amandemen yang menyatakan setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Hal itu jelas
diturunkan pada sebuah peraturan yang menyatakan wajib belajar 12 tahun pada
anak (PP No. 47 tahun 2008). Walaupun begitu, peraturan tersebut masih menjadi
sebuah wacana yang jauh dari kenyataan. Disebabkan oleh banyaknya faktor yang
salah satunya adalah kurang meratanya sistem pendidikan di Indonesia.
Indonesia menyadari bahwa pendidikan
adalah pilar utama dalam melakukan nasional. Menurut menteri keuangan Sri
Mulyani Indrawati, kunci sebuah pembangunan nasional adalah sumber daya manusia
yang baik (Republika, 2021-Agustus). Dan asal dari sumber daya manusia yang
baik tersebut ialah pendidikan (Ningrum, 2016). Jadi sudah semestinya Indonesia
mengembangkan suatu sistem pendidikan yang dapat menampung seluruh warga
negaranya demi memajukan pembangunan nasional negara sendiri.
Ada banyak sekali
terobosan-terobosan sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan adalah
penuhnya interaksi dari semua unsur pendidikan yang berkesinambungan menuju
tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Mastuhu, 1994). Salah satu
dari yang terbaru dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah konsep merdeka
belajar yang dicetuskan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim.
Beliau menjelaskan bahwa sistem ini adalah sebuah kebebasan dalam memperoleh
pendidikan dari setiap pelajar (Merdeka, 2021-Juni). Bagaimana mereka boleh
memilih menjadi apa yang mereka suka dengan mempelajari hal-hal yang sebenarnya
tidak ada dalam jurusan yang mereka ambil. Hal yang melatarbelakangi sudah
jelas dikarenakan data yang menunjukkan 80 persen mahasiswa Indonesia tidak
bekerja sesuai dengan jurusan kuliahnya (Kompas, 2021-November).
Meskipun demikian, pendidikan di
Indonesia masih tidak cukup jelas akan mengarah ke mana (Sujarwo, 2013).
Menurut survei dari Political and Economic risk Consultant (PERC),
tingkat kualitas pendidikan di negara Indonesia berada pada urutan terakhir di
kawasan Asia. Survei lain menurut Programme for Internasional Student
Assessment (PISA) pada tahun 2019 menyatakan bahwa dalam pendidikan
Indonesia dalam cangkupan literasi berada di urutan ke-74 dari 79 negara yang
disurvei (Ayo menulis, 2020-Oktober).
PEMBAHASAN
Tripusat Indonesia sebagai
sistem pendidikan
Konsep tripusat Indonesia yang
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi sebuah pandangan ideal dari sistem
pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau menyatakan bahwa lingkungan pendidikan
yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat bergerak selaras
saling berkesinambungan dalam proses pemenuhan tujuan pendidikan (Fudyartanta,
1990). Ketiga lingkungan pembelajaran tersebut haruslah membentuk harmoni yang
baik sehingga akan menjadikan peserta didik dapat berkembang perilaku dan
kepribadiannya secara maksimal.
1.
Pendidikan dalam lingkungan keluarga
Keluarga adalah sebuah kelompok
kecil atas dua orang atau lebih yang bertempat tinggal bersama yang terdapat
hubungan darah, perkawinan, ataupun adopsi (Vembriarto, 1990). Lingkungan
keluarga adalah yang paling terpenting dari 2 lingkungan lainnya, sebab
keluarga adalah tempat yang murni dari dasar-dasar sosialnya. Juga dikarenakan
keluarga adalah lingkungan pertama yang dihadapi anak yang bersih sebelum akhirnya
menuju tingkat selanjutnya. Pandangan ini didasari oleh tuturan Ki Hadjar
Dewantara, orang tua itu tergabung dari berbagai golongan yang bersifat baik
yang mendapatkan hak penuh atas anak-anak untuk mengatur sifat, bentuk, isi,
ataupun jenis pendidikannya (Dewantara, 1957).
Dalam lingkungan ini, keluarga
pastilah mengajarkan cara bersosialisasi atau berinteraksi kepada anak-anak.
Hal ini memiliki maksud agar anak di masa yang akan datang dapat menjadi
anggota masyarakat yang baik dan memiliki kepribadian yang bertanggung jawab
atas segala hal yang mereka miliki (Ahmadi, 2004). Di lain hal, orang tua yang
mengasuh haruslah bersikap logis dalam membedakan mana yang benar dan yang
buruk pada anak. Termasuk pada benda-benda, perilaku, kepribadian, dan
sebagainya. Hal itu diterapkan dengan menjunjung sikap etis yang menjadi moral
pribadi perorangan dalam konteks sosial yang menentukan hal yang benar dan yang
salah (Wilardjo, 2011).
2.
Pendidikan dalam lingkungan satuan pendidikan
Pendidikan dalam sekolah pendidikan
yang diperoleh oleh anak didik secara terkonsep, sistematis, hirarki, dengan
mengikuti standar yang jelas dan kaku (Hidayati, 2016). Dalam lingkungan ini
yang paling memengaruhi perkembangan karakter anak adalah seorang guru. Guru
dalam pendidikan sekolah memiliki peran untuk memberikan ilmu pengetahuan,
keterampilan dasar, yang semuanya berdasarkan agama dan ilmu budi pekerti luhur
(Kurniawan, 2015).
Sebenarnya, dalam lingkungan ini
juga perlu dikontrol atas pergaulan anak didiknya. Seperti halnya sebuah kertas
bersih, anak juga seperti itu. kadang anak mudah dipengaruhi oleh teman
sebayanya, karena di sekolah anak akan bertemu dengan orang yang berumur sama
dengannya. Baik misalnya kalau temannya itu berbudi pekerti luhur, bagaimana
bila sebaiknya? Tentu hanya akan mengarahkan anak ke perilaku yang kurang
benar. Sekali lagi, adalah sebagai kewajiban guru untuk mengakomodasi hak anak
didiknya atas hal yang baik dan yang salah (Affandi, 2016).
3.
Pendidikan dalam lingkungan masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia
yang sama-sama hidup dalam satu wilayah tertentu yang berbeda satu sama lain
dan menyadari sebagai kesatuan (Muslimin, 2004). Masyarakat adalah wadah
terakhir atas berkembangnya perilaku dan kepribadian manusia dalam konteks
pendidikan. Masyarakat mengajarkan apa yang ada dalam budayanya dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut. Apa yang dianggap luhur atau
baik dalam sebuah masyarakat akan terus dilestarikan dalam pendidikan
(Hidayati, 2016).
Konsep
pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara ini dipandang sangat ideal.
Mungkin bila konsep ini berhasil diimplementasikan dapat membantu bangsa
Indonesia dalam menghadapi masalah moralitas dari generasi muda (Darmawan,
2016). Perlu dimengerti bahwa ketiga lingkungan itu harus membentuk sebuah
rantai yang menyambung satu sama lain. Ditambah, kontribusi tiap lingkungan
diharapkan saling bahu membahu untuk menambah kemampuan anak didik. Hubungan
antara ketiga hal ini digambarkan oleh Umar Tirtaraharja (2000):
Sumber : Pengantar pendidikan, Umar
Tirtaraharja
Gambar.1 hubungan antara tripusat
pendidikan dengan kegiatan pendidikan
Praktik tripusat pendidikan di Indonesia
Konsep tripusat
pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara sebenarnya sudah
diimplementasikan melalui program yang dibuat oleh Kemendikbud. Melalui
Permendikbud nomor 20 (2018), program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
adalah program pendidikan yang ada di sekolah yang bertujuan untuk membentuk
karakter siswa melalaui harmonisasi olah hati, rasam pikir, dan olahraga sesuai
dengan falsafah Pancasila. Dalam menggapai tujuan tersebut, dibutuhkan kerja
sama antara guru, keluarga, dan masyarakat. Program PPK ini adalah cerminan
dari konsep tripusat yang dikeluarkan oleh Ki Hadjar Dewantara silam.
Harapannya, dalam
menjalankan PPK ini, masyarakat dan sekolah dapat menjunjung metode
kolaboratif. Misalnya, sekolah bekerja sama dengan pusat kebudayaan, museum,
dan tempat edukatif lainnya sebagai wahana rekreasi edukatif bagi anak didik
(Jendela kemdikbud, 2021-November). Di sisi lain, bisa saja pihak sekolah
melakukan kolaborasi dengan lembaga ataupun komunitas. Kolaborasi dengan
masyarakat ini bertujuan untuk menyiapkan anak didik sejak dini dalam konteks
penguatan pendidikan karakter sebelum pada dewasa turun ke masyarakat.
Namun, program PPK ini
tidak sepenuhnya merata di Indonesia, banyaknya faktor penghambat menjadikan
hal ini tidak mudah dilakukan. Salah satu kendala yang paling masif berasal
dari para peserta didik (Rosyida, 2019). Peserta didik sering kali untuk
melanggar peraturan walaupun sebelumnya sudah diberi peringatan oleh guru. Faktor
lain adalah banyak orang tua yang sibuk bekerja sehingga tidak memerhatikan
perilaku anak di rumah. Tak bisa dipungkiri, fasilitas, akses, dan sumber daya
turut serta menjadi faktor penghambat (Teropongbulusaraung, 2019-Maret).
Meskipun
demikian, masih ada banyak sekolah yang berhasil mengimplementasikan program
PPK yang merupakan cerminan dari tripusat pendidikan. Salah satunya adalah
sebuah sekolah dasar yang bertempat di Surabaya, SD Muhammadiyah 24 Surabaya.
Sekolah dasar ini berhasil menerapkan program PPK melalui kegiatan-kegiatan
sekolah yang memfokuskan penanaman karakter (Arif & Setiyowati, 2018).
Kolaborasi
tripusat pendidikan nyata terimplementasi di sekolah dasar ini. Di bidang
akademik maupun nonakademik, anak didik berhasil dikontrol dalam proses
perkembangan karakternya. Beberapa program yang dibuat oleh SD Muhammadiyah 24
Surabaya yang menjunjung konsep tripusat pendidikan atas dasar PPK (Arif &
Setiyowati, 2018):
1.
Program mengaji tiap akhir pekan
Program ini bertujuan untuk
penguatan tahfidz anak didik, mengingat ini adalah sekolah islam. Wali murid
dapat juga melihat perkembangan anaknya dengan mendampinginya ketika anak didik
diberi jatah untuk mengaji.
2.
Program parenting
Kegiatan ini adalah sebagai bentuk
pembekalan diri kepada wali siswa dalam membantu kegiatan belajar mengajar di
lingkungan masyarakat dan keluarga dengan mendatangkan narasumber yang fasih di
bidangnya
3.
Peringatan hari besar
Peringatan
hari besar ini dilakukan sebagai pembelajaran di luar kelas dalam memperoleh
pengetahuan dalam bersosialisasi. Anak didik diajak untuk pergi ke area umum
untuk melakukan kegiatan kemasyarakatan, seperti bersih-bersih, perayaan
kemerdekaan, dan sebagainya.
Apa yang menjadi rekomendasi
Ulasan yang
menganggap tripusat pendidikan belum diimplementasikan secara sempurna perlu
dijadikan refleksi. Begitu banyak hal yang menjadi penghambat dalam
implementasi konsep pendidikan ideal ini. Pemerintah melalui Kemendikbudristek
dapat mulai dengan memperbaharui kebijakan agar lebih sesuai dengan zaman
sekarang. Lalu bisa dimulai dengan pemantapan infrastruktur pendidikan.
Mengingat infrastruktur pendidikan dalam pembelajaran daring pun tidak dapat
menyanggupi tantangan keadaan (Jawapos, 2020-Desember).
Selanjutnya pemerintah dapat
meningkatkan kesejahteraan guru. Pemerintah belum memperhatikan kesejahteraan
pendidik, gaji sebagai guru PNS saja masih kecil, apalagi guru honorer, menjadi
seorang guru memiliki hidup yang jauh dari kata sejahtera (Mahmud, 2018). Ini
adalah sebuah masalah dari dulu yang masih belum ditemukan solusinya, dari
tahun ke tahun masih perlu dilakukan refleksi dan perbaikan dalam memecahkan
masalah ini.
Untuk para kepala sekolah dapat
melakukan refleksi kepada SD Muhammadiyah 24 Surabaya yang berhasil melakukan
implementasi konsep tripusat pendidikan. Dapat dilakukan dengan mencontoh ala
kadarnya, atau bisa mengubahnya menjadi versi diri sendiri. Akan tetapi, yang
menjadi induk atas program ini adalah anak didik. Anak didik harus menyadari
pentingnya karakter dalam dirinya. Tentu saja itu tidak lepas dari bimbingan
dari tripusat pendidikan.
KESIMPULAN
Tripusat pendidikan yang dicetuskan
oleh Ki Hadjar Dewantara merupakan konsep pendidikan ideal yang seharusnya
diimplementasikan langsung di Indonesia. Tripusat pendidikan mengambil simpulan
bahwa perlu adanya keselarasan dalam penanaman karakter pada anak didik di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Melalui program Kemendikbud tahun
2018, tripusat pendidikan diwujudkan dalam program Pendidikan Penguatan
Karakter (2018). Meskipun demikian, hal itu tidak sepenuhnya dapat dijalankan
oleh sekolah-sekolah karena adanya faktor penghambat. Pemerintah dapat lebih
menjalankan tripusat pendidikan apabila melakukan koreksi terhadap masalah yang
ada dan juga menjadikan sekolah yang berhasil menerapkan sebagai contoh untuk
sekolah lain.
SARAN
Kelanjutan studi mengenai masalah
ini masih perlu dilakukan lebih lanjut mengingat datanya yang bersifat sekunder
dan kurang mendalam. Perlu dilakukan refleksi pada jurnal atau artikel yang
membahas hal yang sama. Di lain hal, penerapan tripusat pendidikan sangat ideal
jika diterapkan di Indonesia. Hal itu tentu saja akan menjadi membuat bangsa
Indonesia mewujudkan cita-cita bangsa yang tertulis pada pembukaan UUD 1945
alinea keempat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. (2004). Sosiologi
pendidikan. Rineka cipta. Jakarta.
Affandi, A. (2016). Dampak pemberlakuan
undang-undang perlindungan anak terhadap guru dalam mendidik siswa. Jurnal
Hukum Samudra Keadilan.
Anonim. (2019-Maret). Implementasi pendidikan
karakter belum merata. Teropongbulusaraung. Dilansir dari https://teropongbulusaraung.com/implementasi-pendidikan-karakter-belum-merata/6567/
pada tanggal 11 Januari 2022.
Anonim. (2020-Oktober). Ini dia hasil survei PISA
tentang kualitas pendidikan di Indonesia dalam 3 tahun terakhir. Ayo menulis.
Dilansir dari https://ayomenulis.id/artikel/ini-dia-hasil-survei-pisa-tentang-kualitas-pendidikan-di-indonesia-dalam-3-tahun-terakhir
pada tanggal 10 Januari 2022.
Anonim. (2021-November). Pentingnya menghidupkan
kembali tripusat pendidikan di lingkungan sekolah. Jendela kemdikbud. Dilansir
dari https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/fokus/detail/pentingnya-menghidupkan-kembali-tripusat-pendidikan-di-lingkungan-sekolah
pada tanggal 11 Januari 2022.
Arif, A. Z., & Setiyowati, A. (2018). Piagam
debest: integrasi komitmen tripusat pendidikan untuk penguatan pendidikan
karakter di SD Muhammadiyah 24 Surabaya. ELSE (Elementary School Education
Journal): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 1(2b).
Darmawan, I Putu Ayub. (2016). Pandangan dan konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantoro. Prosiding seminar nasional dan bedah buku. FKIP
UKSW Salatiga.
Dewantara, Ki Hadjar. (1957). Masalah kebudajaan.
Madjelis luhur persatuan taman siswa. Yogyakarta.
Fudyartanta. (1990). Buku ketaman siswaan. Balai
pustaka. Yogyakarta. p. 39.
Kasih, Ayunda Pinita. (2021-November). 80 persen
mahasiswa tidak bekerja sesuai jurusan kuliah. Kompas. Dilansir dari https://www.kompas.com/edu/read/2021/11/09/095731171/80-persen-mahasiswa-tidak-bekerja-sesuai-jurusan-kuliah?page=all#:~:text=KOMPAS.com%20%2D%20Menteri%20Pendidikan%2C,bekerja%20sesuai%20dengan%20jurusan%20kuliahnya
pada tanggal 10 Januari 2022.
Indonesia. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. Lembaran negara RI tahun 2003 nomor 78, tambahan
lembaran negara nomor 4301. Sekretariat negara. Jakarta.
Indonesia. Undang-undang nomor 20 tahun 2018
tentang penguatan pendidikan karakter pada satuan pendidikan formal. Berita
negara tahun 2018 nomor 782. Kemendikbud. Jakarta.
Indonesia. Peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2008
tentang wajib belajar. Lembaran negara RI tahun 2008 nomor 90. Sekretariat
negara. Jakarta.
Intan, Novita. (2021-Agustus). Sri Mulyani:
pembangunan SDM jadi kunci kemajuan negara. Republika. Dilansir dari https://www.republika.co.id/berita/qx788d423/sri-mulyani-pembangunan-sdm-jadi-kunci-kemajuan-negara
pada tanggal 10 Januari 2022.
Kurniawan, Machful I. (2015). Tri pusat pendidikan
sebagai sarana pendidikan karakter anak sekolah dasar. Jurnal. Pedagogia ISSN
2089-3833 vol. 4 no. 1.
Mahmud, A. (2018). Guru tak boleh sejahtera-catatan
dan refleksi seorang pendidik. Deepublish.
Makdori, Yopi. (2021-Juni). Nadiem: merdeka belajar
dirancang berdasarkan kebutuhan anak sebagai pelajar. Merdeka. Dilansir dari https://www.merdeka.com/peristiwa/nadiem-merdeka-belajar-dirancang-berdasarkan-kebutuhan-anak-sebagai-pelajar.html
pada tanggal 10 Januari 2022.
Mastuhu. (1994). Dinamika sistem pendidikan
pesantren: suatu kajian tentang unsur dan nilai sistem pendidikan pesantren.
Indonesian-Netherland. Jakarta.
Muslimin. (2004). Ilmu pendidikan. Institut agama
Islam tribakti. Kediri.
Ningrum, E. (2016). Pengembangan sumber daya
manusia bidang pendidikan. Jurnal Geografi Gea, 9(1).
Hidayati, N. (2016). Konsep integrasi tripusat pendidikan terhadap
kemajuan masyarakat. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 11(1).
Pramana, Edy., Saifan Zaking. (2020-Desember). Infrastruktur
menjadi masalah utama dunia pendidikan di era pandemi. Jawapos. Dilansir dari https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/31/12/2020/infrastruktur-menjadi-masalah-utama-dunia-pendidikan-di-era-pandemi/ pada tanggal 11
Januari 2022.
Rosyida, Ruli Alfi Mei. (2019). Implementasi kebijakan
pendidikan karakter dalam rangka mendukung gerakan PPK di SD Muhammadiyah 9
kota Malang. Tesis. Universitas Muhammadiya Malang.
Sujarwo, S. (2013). Pendidikan di Indonesia memprihatinkan.
Jurnal Ilmiah WUNY, 15(1).
Tirtaraharja, Umar., dan Lasula. (1998). Pengantar
pendidikan. Rineka cipta. Jakarta.
Wilardjo, Setia Budhi. (2011). Menjalankan bisnis
secara etis dan bertanggung jawab. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Vembriarto, ST. (1990). Sosiologi pendidikan. Andi
offset. Yogyakarta.